Buku Yajamana Pemangku
Puja Mantra, Tata Cara Nganteb Upacara & Upakara.
Peran Yajamana dan Pemangku dalam pelaksanaan upacara keagamaan (Yadnya) Hindu di Bali sangatlah penting dan bersifat saling melengkapi. Keduanya merupakan bagian dari konsep Tri Manggalaning Yadnya (Tiga Pilar Pelaksanaan Yadnya), yang terdiri dari Sang Yajamana, Sang Sadhaka (Pemangku/Sulinggih), dan Sang Anukangi/Widya (pembuat sarana upacara/tukang banten).
Pemangku memiliki hierarki dan spesialisasi yang cukup beragam berdasarkan tempat tugas, jenis ritual yang dipimpin, atau sumber pensuciannya.
Klasifikasi Pemangku Berdasarkan Tempat Tugas (Swadharma)
Menurut Lontar Raja Purana Gama dan desa dresta (tradisi lokal), terdapat banyak jenis Pemangku, di antaranya:
| Jenis Pemangku | Tempat/Fungsi Khas |
| Pemangku Pura | Pemangku inti yang bertugas di Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem (Kahyangan Tiga), atau Pura Agung lainnya. Mereka bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan piodalan (hari jadi pura) dan persembahyangan rutin. |
| Pemangku Pamongmong | Pemangku pembantu yang bertugas membantu Pemangku utama dalam mengatur tata upacara dan memastikan kelancaran teknis ritual. |
| Pemangku Jan Banggul | Pemangku yang memiliki tugas spesifik seperti membantu menurunkan/menaikkan pratima (benda sakral), memasang busana pura, serta membagikan tirta (air suci) dan bija (beras suci) kepada umat. |
| Pemangku Cungkub | Pemangku yang bertugas khusus di tempat suci kecil atau pelinggih tertentu (cungkub), sering kali terkait dengan penjagaan benda-benda pusaka. |
| Pemangku Nilarta | Pemangku yang bertugas di tempat pensucian tertentu atau area yang berhubungan dengan air suci. |
| Pemangku Dalang | Pemangku yang merangkap sebagai dalang dan bertugas mementaskan Wayang Kulit dalam upacara sakral tertentu (misalnya Ngeruwat atau sapuh leger), yang memiliki nilai spiritual tinggi. |
| Pemangku Balian | Pemangku yang juga memiliki keahlian sebagai balian (praktisi spiritual/penyembuh), yang melayani pengobatan secara spiritual. |
Tingkatan Upacara dan Batasan Kewenangan
Meskipun Pemangku adalah Sang Sadhaka (pemimpin upacara), kewenangan mereka terbatas pada tingkatan upacara tertentu, yang berbeda dengan Sulinggih (Pandita/Dwijati):
| Tingkat Upacara | Kewenangan Pemangku |
| Bhuta Yajnya | Berwenang melaksanakan caru (korban suci) hingga tingkat Caru Panca Sata (tingkat menengah). |
| Manusa Yadnya | Berwenang nganteb (memimpin) upacara Manusa Yadnya skala kecil seperti upacara bayi lahir, kepus pungsed, hingga otonan (ulang tahun menurut kalender Bali) biasa. |
| Dewa Yadnya | Berwenang memimpin upacara piodalan (di pura yang diemponnya) dengan skala Nista (kecil) hingga Madya Alit (menengah kecil), atau pedudusan alit. |
| Pitra Yadnya | Batas kewenangan Pemangku biasanya hingga tahap mendem sawa (mengubur jenazah) sebagai pelayanan terakhir kepada umat, atau upacara nyekah (penyucian roh) skala kecil, seringkali dengan tirta pamuput (air suci penyelesaian) yang dimohon dari Sulinggih. |
Syarat dan Disiplin (Sesana) Kepemangkuan
Untuk menjalankan tugas, seorang Pemangku wajib menjalankan Sesana Kepemangkuan yang ketat, antara lain:
Pensucian Diri (Pawintenan): Harus sudah melalui upacara penyucian diri (Pawintenan) minimal tingkat Pawintenan Sari hingga Adiksa Widhi.
Kesucian Batin: Wajib menjaga Tri Kaya Parisudha (kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan).
Kesucian Fisik: Menjaga kebersihan (mandinya) dan tidak boleh terkena cuntaka (kotor/tidak suci) yang menyebabkan tidak bisa nganteb. Contoh cuntaka: istri haid, melakukan tindak pidana, atau cacat tubuh (Cedangga).
Pengetahuan (Tattwa): Dituntut untuk memahami tattwa (filsafat), susila (etika), dan upacara (tata laksana ritual) Agama Hindu.
Peran Yajamana dalam Konteks Kontemporer
Di era modern, tanggung jawab Yajamana semakin besar. Ia tidak hanya menyediakan dana, tetapi juga:
Pengatur Manajemen : Bertindak sebagai manajer proyek spiritual, memastikan semua pihak (Pemangku, tukang banten, panitia, dan warga) bekerja sesuai rencana.
Penyaring Informas : Bertanggung jawab memastikan Yadnya yang diselenggarakan sesuai dengan kemampuan (Desa, Kala, Patra - tempat, waktu, keadaan) dan tidak berlebihan, agar Yadnya yang dilakukan tergolong Sattwika Yajna (korban suci yang tulus tanpa pamrih dan tidak memberatkan).
Dengan demikian, keberhasilan ritual di Bali selalu merupakan hasil kolaborasi harmonis antara inisiatif tulus Yajamana dan pelayanan suci dari Pemangku (Sang Sadhaka).
Tentu, mari kita lanjutkan pembahasan ini dengan memperdalam aspek kaitan antara Yajamana dan Pemangku, terutama dengan membandingkannya dengan Sulinggih dan membahas hak serta kewajiban timbal balik.
Pemangku vs. Sulinggih
Untuk lebih memahami posisi Pemangku, penting untuk membedakannya dengan Sulinggih, yang sama-sama berkedudukan sebagai Sang Sadhaka (pemimpin upacara):
| Aspek | Pemangku (Pinandita) | Sulinggih (Pandita/Ida Pedanda) |
| Kelahiran Spiritual | Ekajati (Lahir Satu Kali). Disucikan melalui upacara Pawintenan (tingkat awal). | Dwijati (Lahir Dua Kali). Disucikan melalui upacara Diksa (tingkat tinggi), yang melibatkan Amati Aran (mengganti nama) dan Ditapak (pensucian diri). |
| Kewenangan Pemuput | Terbatas pada upacara skala Nista (kecil) hingga Madya Alit (menengah kecil), seperti Pedudusan Alit atau Otonan biasa. | Berwenang memimpin upacara dari skala Nista hingga Utama (paling besar), termasuk Eka Dasa Rudra, Panca Wali Krama, dan Memukur. |
| Peralatan Pemujaan | Umumnya menggunakan Genta kecil atau simbolis dan peralatan sederhana. | Menggunakan Bajra (genta besar) dan Padmasana (asana sembahyang) sebagai simbol kekuasaan spiritual tertinggi dalam upacara. |
| Gaya Hidup | Walaka (masih menjalani hidup berumah tangga/seperti umat biasa). Diperbolehkan mencukur rambut. | Wiku (Melepaskan ikatan duniawi). Tidak mencukur rambut (Anyondong/Agotra) dan menjauhi Walaka Sesana. |
Hubungan antara Yajamana dan Pemangku diatur oleh sesana (aturan etika) dan dharma (kewajiban suci) yang saling mengikat.
Hak dan Kewajiban Pemangku
| Kewajiban (Swadharma) Pemangku | Hak (Anugerah) Pemangku |
| Menjaga Kesucian Diri (Lahia & Batin), termasuk mapeningan (penyucian diri rutin). | Mendapatkan Penghormatan dari umat sebagai Sang Sadhaka (pemimpin spiritual). |
| Memimpin Upacara dengan tulus ikhlas (lascarya) sesuai sastra (lontar) dan dresta (adat). | Menerima Sesari (punia/dana) yang diberikan Yajamana dan umat setelah upacara, sesuai pararem (aturan desa adat) setempat. |
| Melayani Umat dalam upacara keagamaan dan menjadi perantara spiritual. | Diberi Keleluasaan (dibebaskan) dari ayah-ayahan (kewajiban kerja desa adat) tertentu. |
| Tidak Boleh Menolak upacara yang menjadi kewenangannya, kecuali karena halangan cuntaka atau bukan kewenangannya. | Menerima bagian dari Pelaba Pura (hasil usaha pura) jika pura yang diemongnya memilikinya. |
Kesatuan Tri Manggalaning Yadnya
Esensi dari Tri Manggalaning Yadnya adalah kesatuan. Keberhasilan suatu upacara (Yadnya Satwika) hanya dapat tercapai jika ketiga komponen berjalan harmonis, berlandaskan ketulusan hati (lascarya) dan keyakinan (sradha).
Setiap komponen memikul tanggung jawab yang sama pentingnya untuk memastikan upacara berjalan sesuai dharma dan mencapai tujuan kerahayuan (keselamatan dan kesejahteraan).








